Sabtu, 12 Februari 2011

konsep dari psikologi lingkungan


A.    LATAR BELAKANG SEJARAH PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Membahas perihal teori-teori yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan, maka yang terlibat adalah teori-teori, baik di dalam maupun di luar disiplin psikologi. Beberapa teori tersebut amat luas jangkauannya dan beberapa lagi yang lain lebih terfokus, beberapa amat lemah dalam data empiris dan beberapa yang lain amat kuat.
Dalam kaitan antara lingkungan dengan perilaku manusia, maka kita dapat menyebut sejumlah teori dimana dalam perspektif ini, yang terlibat di dalamnya antara lain adalah geografi, biologi ekologi, behaviorisme, dan psikologi Gestalt (Veitch & Arkkelin, 1995).
 Beberapa ahli sejarah dan geografi telah mencoba menerangkan jatuh-bangunnya peradaban yang disebabkan oleh karakteristik lingkungan. Sebagai contoh, Toynbee (dalam
Veitch & Arkkelin, 1995) mengembangkan teori bahwa lingkungan (atau secara lebih
spesifik topografi, iklim, vegetasi, ketersediaan air, dan sebagainya) adalah tantangan bagi
penduduk yang tinggal di lingkungan tersebut. Tantangan lingkungan yang ekstrim akan
merusak peradaban, sementara tantangan yang terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi
kebudayaan. Lebih lanjut Toynbee mengusulkan bahwa tantangan lingkungan pada tingkat
menengah juga dapat mempengaruhi perkembangan peradaban. Pada tingkat yang makin
berkurang atau sebaliknya makin berlebihan hasilnya justru akan memperlemah pengaruhnya. Gagasan mengenai tantangan lingkungan dan respon-respon perilakunya meski didasari oleh para penganut geographical determinism, ternyata seringkali merupakan bentuk-bentuk atau variasi-variasi teori yang diterapkan dalam psikologi lingkungan.
Sebagai contoh Barry, Child dan Bacon (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengusulkan
bahwa kebudayaan masyarakat pertanian (yang tidak nomaden) ternyata menekankan pola
asuh pada generasinya berupa: tanggungjawab, ketaatan, dan kepatuhan. Sebaliknya pada
kebudayaan nomaden pola asuh yang ditekankan adalah pada kemandirian dan akal.
Perbedaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada kebudayaan pertanian, orang tinggal dan bekerja bersama-sama dalam suatu komunitas yang tanpa mobilitas yang tinggi,
sehingga yang dihasilkan adalah organisasi yang teratur. Hal tersebut tentunya akan lebih
menekankan pola asuh kepada ketaatan dan kepatuhan. Lain halnya dengan orang nomaden
yang lebih menyiapkan generasi mudanya untuk terbiasa dalam menghadapi situasi alam
yang berubah dan tidak dapat diramalkan pada saat menjelajahi alam, sehingga yang lebih
dibutuhkan adalah kemandirian dan akal. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut di
atas, maka dapat dikatakan bahwa suatu setting lingkungan tertentu memberi peluang yang terbaik bagi masyarakat penghuninya untuk mempertahankan diri. Perkembangan teori-teori ekologi menunjukkan adanya perhatian terhadap adanya ketergantungan biologi dan sosiologi dalam kaitan hubungan antara manusia dengan slingkungannya, dimana hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan.

B.     DEFINISI PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Psikologi lingkungan adalah ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam. Dalam psikologi lingkungan juga dipelajari mengenai kebudayaan dan kearifan lokal suatu tempat dalam memandang alam semesta yang memengaruhi sikap dan mental manusia. Apabila kebudayaan dan kearifan lokal kita pahami sebagai perjuangan manusia untuk mempertinggi kualitas hidupnya, maka mawas diri akan menjadi inti pokok dari pelajaran psikologi lingkungan.
Soedjatmoko, seorang ahli sosiologi, mengungkapkan harapannya untuk mengangkat mawas diri dari tingkat moralisme semata-mata ke tingkat pengertian psikologis dan historis dan mengenai perilaku manusia. Dalam hal ini beliau memberikan pengertian tentang moralisme dan perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh psikologis historis suatu lingkungan, tempat orang tersebut bersosialisasi dengan masyarakat binaannya.
Sementara Hardjowirogo, seorang antropolog, menulis bahwa tidak ada jaminan akan keefektifan mawas diri. Ungkapan itu telah surut menjadi sekadar penghias buah bibir. Perubahan zaman telah membawa pula fungsi mawas diri menjadi pengucapan belaka.
Sebagai contoh, tengok saja yang terjadi di zaman sekarang. Kini, banyak orang yang tinggal di dalam lingkungan baik dan religius, namun perilakunya sangat tidak mencerminkan lingkungan tempat dia tinggal. Meskipun orang tersebut sangat kenal dengan moral yang baik, belum tentu orang tersebut akan berlaku baik. Karena ternyata lingkungan sosial di zaman sekarang tidak bisa membentuk pribadi seseorang. Seseorang bisa saja tinggal dalam lingkungan pesantren yang selalu diajarkan akidah dan akhlak yang baik. Namun, sifat dasar manusia selalu penasaran dan ingin mencari kebenaran sendiri dengan mencari perbandingan sendiri.

C.     LINGKUP PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Ruang linkup psikologi lingkungan lebih jauh membahas: rancangan (desain),organisasi dan pemaknaan,ataupun hal-hal yang lebih spesifik seperti ruang-ruang,bangunan-bangunan,ruangan-ruangan serta setting-setting lain pada lingkup yang bervariasi (Proshasky,1974). Sosiologi lingkungan yang muncul pada tahun 1970-an merupakan cabang psikologi lingkungan. Perbedaannya pada unit analisanya. Jikalau psikologi lingkungan unit analisisnya adalah manusia dan kumpulan manusia sebagai individu,maka sosiologi lingkungan unit analisisnya adalah dalam masyarakat seperti penduduk kota,pemerintah,pengnjung taman rekreasi dan sebagainya. Jenis-jenis lingkungan di dalam sosiologi lingkungan yang beberapa diantaranya juga banyak digunakan dalam psikologi lingkungan adalah :

1.      Lingkungan alamiah seperti lautan,hutan,dan sebagainya.
2.      Lingkungan buatan/binaan seperti jalan raya,perumahan,taman,rumah susun dan sebagainya.
3.      Lingkungan social
4.      Lingkungan yang dimodifikasi
            Dua jenis lingkungan yang pertama adalah istilah yang lazim digunakan dalam psikologi lingkungan. Sementara itu,Veitch dan Arkkelin (1995) sebagaimana disebut menetapkan bahwa psikologi lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang dari sejumlah disiplin seperti biologi, geologi,psikologi, hukum, geografi, ekonomi, sosiologi, kimia, fisika, sejarah, filsafat, beserta sub disiplin dan rekayasanya. Oleh karena itu berdasarkan ruang lingkupnya, maka psikologi lingkungan ternyata selain membahas sdetting-setting yang berhubungan dengan manusia dan perilakunya, juga melibatkan disiplin ilmu yang beragam.

D.    AMBIENT CONDITION DAN ARCHITECTURAL FEATURES

Dalam hubungannya dengan lingkungan fisik Wrighstman dan Deaux (1981) membedakan dua bentuk kualitas lingkungan yang meliputi:

1.      Ambient Condition yaitu kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti sound, cahaya,/penerangan, warna, kualitas udara, temperature, dan kelembaban.
Sebagai contoh: Pencahayaan dan warna di dalam ruangan yaitu intensitas pencahayaan dan preferensi warna merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, meski di dalam preferensi warna seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh subjektivitas.preferensi warna tersebut barangkali akan menjadi lebih baik apabila disertai dengan adanya tentang pemahaman terhadap situasi yang lebih mendalam terhadap jenis ruangan apa yang akan di rancang. Pemahaman tersebut antara lain besar kecilnya ruangan, fungsi ruangan, dan kejenuhan. Pada aspek pertama, besar kecilnya ruangan menjadi penting bagi pilihan warna dan pengaruhnya secara psikologis. Jika suatu ruangan yang dirancang ukurannya kecil maka tidak disarankan penggunaan warna-warna yang menutup baik dari segi corak maupun kecerahannya. Sebaliknya untuk ruangan yang lebih besar preferensi terhadap corak warna tidak terlalu dijadikan patokan asalkan bukan warna-warna gelap yang mengakibatkan depresi.


2.      Architectural Features yaitu yang mencakup di dalamnya adalah setting-setting yang bersifat permanen. Misalnya di dalam suatu ruangan, yang termasuk di dalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap, serta pengaturan perabot dan dekorasi. Dalam suatu gedung architectural features meliputi lay out tiap lantai, desain dan perlakuan ruang dalam, estetika, dan sebagainya.
Sebagai contoh: Estetika pengetahuan yang member perhatian kepada dua hal. Pertama, identifikasi dan pengetahuan mengenai factor-faktor yang mempengaruhi persepsi dari suatu objek atau suatu proses keindahan atau paling tidak suatu pengalaman yang menyenangkan. Kedua, untuk mengetahui kemampuan manusia untuk menciptakan dan untuk menikmati karya yang menunjukan estetika.




Daftar pustaka : http://elearning.faqih.net/2009/12/pendekatan-teori-dan-metode-penelitian.html
                          http://www.anneahira.com/psikologi-lingkungan.htm
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab1-    pendahuluan.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar